borneohitz.id, MUARA TEWEH – Persoalan ganti rugi lahan di berbagai perusahaan tambang batu bara maupun perkebunan kelapa sawit kerap kali jadi polemik. Tak terkecuali dengan proses ganti rugi lahan di lokasi konsesi tambang batu bara PT. Pada Idi selaku pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) Nomor Perizinan 188.45/378/2010 Tahapan kegiatan Operasi Produksi dengan kode Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP) 3362053032014049 Tambang Batubara dengan luas kurang lebih 5.000 Ha di wilayah administrasi Kecamatan Lahei Barat, Kabupaten Barito Utara (Barut), Provinsi Kalimantan Tengah (Kalteng).
Setiap perusahaan terus berkomitmen memberikan manfaat berkelanjutan untuk mendukung tumbuh kembang masyarakat. Perusahaan terus berkolaborasi dengan semua pemangku kepentingan agar program pengembangan masyarakat dapat berjalan selaras dengan visi dan misi perusahaan.
Pasalnya PT. Pada Idi mengaku tidak mau membayar ganti rugi kepada masyarakat dengan alasan tim kami dan anggota dilapangan akan mengagendakan kembali terkait adanya tumpang tindih. Berdasarkan hasil konfirmasi media ini kepada salah satu perwakilan perusahaan PT. Pada Idi, Pak Iwan dilansir dari baritorayapost.com mengatakan, ” Bahwa setelah diverifikasi adanya tumpang tindih lahan, dua pihak atau lebih memiliki hak atas pengelolaan tanah yang sama, katanya melalui telepon WhatsApp pada, Minggu (26/1/2025) belum lama ini.
Menanggapi permasalahan tersebut yang tak kunjung ada realiasi, kembali warga Desa Luwe Hulu, Rudi didampingi Adene dan keempat rekannya mengungkapkan, ” Ini bentuk kekecewaan kami kepada PT. Pada idi melalui Kolaborasi perusahaan tambang batubara PT. KDC di Desa Luwe Hulu, selalu itu saja jawaban perusahaan, seolah-olah dianggap hanya mengulurkan waktu lantaran sudah melakukan tahap inventarisasi dan identifikasi dengan melakukan pengukuran dan perhitungan tanam tumbuh, namun pihak perusahaan terindikasi adanya unsur kongkalingkong, banyak dalih alasan perusahaan upaya menggagalkan pembebasan ganti rugi hak atas tanah kami selaku pemiliknya, bebernya kepada media ini, Senin (03/02/2025).
Sengketa tumpang tindih lahan di wilayah pertambangan dapat terjadi karena beberapa hal, di antaranya adalah: Maladministrasi dalam pengarsipan berkas di Badan Pertanahan Nasional (BPN) kemudian Kesenjangan antara harapan dan kenyataan yang terjadi di lapangan, Reaksi masyarakat yang kecewa terhadap pertambangan.
Lanjutnya, jika merujuk kepada aturan-aturan. Fakta dilapangan unit alat berat perusahaan sudah menggarap land clearing. Apakah bisa demikian..?? baru dilakukan pembebasan, seharusnya perusahaan wajib sudah membayar ganti kerugian pembebasan kepemilikan Hak Atas Tanah tersebut.
” Perusahaan seharusnya sebelum di garap lahan kami sudah membayar ganti rugi duluan, baru bisa digarap atau land clearing. perusahaan PT. Pada Idi jika memang ingin beritikad baik dengan kami masyarakat untuk menyelesaikan pembebasan ganti rugi, apalagi tanah/kebun tersebut yang notabene sudah di land clearing. Artinya sudah digarap duluan itu tanah, padahal sudah dilakukan sampai tahap pengukuran. ” keluhnya.
Kami masyarakat hanya sebatas menuntut hak kami minta segeralah perusahaan membayar, karena jika tidak mendapatkan persetujuan dari pemegang hak atas tanah sebelum melakukan kegiatan eksplorasi, kemudian menyelesaikan hak atas tanah secara bertahap sebelum melakukan kegiatan land clearing sampai operasi produksi, tandasnya.(BRP).
Eksplorasi konten lain dari Borneo Hitz
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.